Smartial Wayback Machine Text Extractor



Live version of this page exists.
However, it is different from the archived page (1 redirect/s found...)


This article contains 1 images. You will find them at the very end of the article.

This article contains 979 words.

Pengertian, Jenis, Tujuan Dan Instrumen Kebijakan Moneter Dan Fiskal

​Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Juli 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) tetap sebesar 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00% dan Lending Facility tetap sebesar 5,50%, berlaku efektif sejak 21 Juli 2017. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik. Proses pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut namun tidak sekuat perkiraan semula terutama akibat perlambatan konsumsi meski di sisi lain terdapat peningkatan investasi. Tekanan inflasi diperkirakan sedikit berkurang di bawah perkiraan semula akibat permintaan yang masih lemah dan terkendalinya harga pangan. Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global terutama normalisasi neraca bank sentral AS, maupun domestik terutama konsolidasi korporasi dan perbankan yang masih berlanjut. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta tetap memberi dukungan bagi pemulihan ekonomi lebih lanjut. Bank Indonesia juga terus mempererat koordinasi bersama Pemerintah dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan mendorong kelanjutan reformasi struktural agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Pertumbuhan ekonomi dunia terus membaik sesuai perkiraan dengan beberapa risiko yang tetap perlu dicermati.  Di satu sisi, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah akibat dari investasi yang tertahan oleh terbatasnya dampak kebijakan fiskal dan menurunnya prospek harga minyak. Di sisi lain, perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi dan ekspor yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi, kinerja ekspor yang membaik dan meningkatnya optimisme perekonomian. Perbaikan ekonomi global tersebut mendorong meningkatnya volume perdagangan dunia dan diharapkan dapat berdampak positif terhadap ekspor Indonesia. Demikian pula, harga komoditas global diperkirakan tetap tinggi, meskipun harga minyak berpotensi bias ke bawah karena pasokan yang berlebih di tengah permintaan yang terbatas. Ke depan, sejumlah risiko pada perekonomian global tetap perlu diwaspadai, khususnya yang berasal dari AS antara lain rencana kenaikan FFR, pengurangan besaran neraca bank sentral, dan ketidakpastian kebijakan fiskal.

Proses pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut pada triwulan II 2017 meskipun tidak sekuat perkiraan semula. Pertumbuhan konsumsi berpotensi lebih rendah sebagaimana tercermin pada perlambatan pertumbuhan penjualan ritel. Kinerja ekspor tetap tumbuh meskipun lebih rendah dari perkiraan semula, terutama dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan volume ekspor produk primer dan manufaktur. Sebaliknya, investasi tumbuh lebih baik terutama nonbangunan ditopang investasi terkait sumber daya alam, di tengah investasi bangunan yang masih cukup baik terkait dengan proyek infrastruktur Pemerintah dan sektor konstruksi swasta. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan membaik ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor dan investasi. Dengan perbaikan pada paruh kedua 2017, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2017 masih dalam kisaran 5,0-5,4%. Sejumlah risiko yang dapat berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi perlu tetap diwaspadai, terutama terkait dengan belum kuatnya permintaan domestik sejalan dengan masih berlanjutnya proses konsolidasi korporasi dan perbankan.

Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada triwulan II 2017. Surplus tercatat sebesar 3,5 miliar dolar AS, terutama disumbang oleh besarnya surplus pada neraca perdagangan nonmigas. Ekspor nonmigas tumbuh 6,8% (yoy) khususnya karena peningkatan harga komoditas primer, sementara impor non migas tumbuh 4,9% (yoy) khususnya impor barang konsumsi. Didukung oleh masih kuatnya kepercayaan investor, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan Indonesia pada triwulan II 2017 tercatat 4,3 miliar dolar AS sehingga akumulasi sampai dengan Juni 2017 mencapai 9,6 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa pada akhir triwulan II 2017 tercatat 123,1 miliar dolar AS, meningkat dari posisi akhir triwulan I 2017 sebesar 121,8 miliar dolar AS. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Pergerakan nilai tukar rupiah cukup stabil dan cenderung menguat. Nilai tukar rupiah, secara rata-rata bulanan, tercatat menguat sebesar 0,17% ke level Rp13.298 per dolar AS. Penguatan tersebut ditopang oleh berlanjutnya penjualan valas oleh korporasi dan aliran masuk modal asing yang cukup besar ke pasar keuangan domestik, serta sejalan dengan penguatan mata uang regional. Volatilitas nilai tukar terjaga rendah disertai dengan meningkatnya efisiensi di pasar valas. Hal ini sejalan dengan berbagai langkah pendalaman pasar valas sebagaimana tercermin dari semakin besarnya volume transaksi valas harian, termasuk transaksi derivatif. Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Inflasi IHK pada Juni 2017 tercatat rendah dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2017 tercatat 0,69% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode lebaran dalam tiga tahun terakhir sebesar 0,85% (mtm). Berdasarkan komponen, inflasi yang terkendali terutama dipengaruhi inflasi volatile food dan inflasi inti yang lebih rendah dari pola historisnya. Komponen volatile food  mengalami inflasi sebesar 0,65% (mtm), lebih rendah dari rata-rata historis periode lebaran dalam tiga tahun terakhir sebesar 1,78% (mtm). Perkembangan ini tidak terlepas dari kebijakan stabilisasi pangan Pemerintah serta koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia. Inflasi inti Juni 2017 tercatat 0,26% (mtm), lebih rendah dari pola historis inflasi inti periode lebaran tiga tahun terakhir sebesar 0,40% (mtm). Rendahnya inflasi inti dipengaruhi oleh permintaan domestik yang masih lemah, nilai tukar yang stabil dan ekspektasi inflasi yang terkendali. Sementara itu, inflasi kelompok administered prices tercatat cukup tinggi yaitu 2,10% (mtm) dipengaruhi penyesuaian tarif listrik tahap ketiga. Ke depan, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah di pusat dan daerah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada sasarannya.

Stabilitas sistem keuangan tetap kuat didukung oleh ketahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga. Pada Mei 2017, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat 22,7%, dan rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 22,3%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat 3,1% (gross) atau 1,4% (net). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2017 tercatat 11,2% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya 9,9% (yoy). Pertumbuhan kredit Mei 2017 tercatat 8,7% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 9,5% (yoy). Ke depan, pertumbuhan DPK dan kredit pada tahun 2017 diperkirakan akan membaik dan masing-masing berada dalam kisaran 9-11% dan 10-12%. Proyeksi pertumbuhan kredit tersebut dibayangi oleh sejumlah risiko terutama prospek pemulihan permintaan domestik dan kemajuan konsolidasi perbankan.



Images:

The images are downsized due to limited space here. The original dimensions may differ.
Click on the image to open it on a new tab.



Please close this window manually.